Ini Publication tidak ada dalam bahasa Anda, Lihat di: Tiếng Việt (vi), English (en),
Atau gunakan Google Translate:  
Bahasa Indonesia (id) | Ganti Bahasa (Change Language)

ECHO Asia Notes is a quarterly technical e-bulletin containing articles of interest to agriculture and community development workers in Asia.

This list contains articles from ECHO Asia Notes, many of which have been translated into regional languages.  

101 Edisi dalam Penerbitan ini (Menampilkan edisi 40 - 35) |

Pembaruan Penelitian: Penyerapan Logam Berat pada Kebun yang Menggunakan Ban Bekas

This article is from ECHO Asia Note # 40.

Tire gardens have many good uses, including growing a variety of crops where only concrete or poor soils exist, such as urban gardens, homegardens, and refugee camp settings. They can be raised onto supports to keep vegetables out of reach of livestock, and have also been used for vermicompost bins among other things. Tire planters make nice additions to many kitchen gardens around the world, being accessible right out the front door. Best of all, they are a cheap raised bed, and reuse an otherwise voluminous waste product.

We use them at the ECHO Global Farm in the US for growing perennials and annuals, including fruit trees and seed crops. Tires are not used exclusively by ECHO, but have been promoted by our partners in many places, as appropriate container options. An emerging question is whether or not they are a safe option for planting edible crops. Is it possible that plants take up heavy metals or other toxic elements present in the tire?

Highlighted Resources from the Asia Agriculture & Community Development Conference - 20 Januari 2019

This article is from ECHO Asia Note # 40.

This year’s 7th Biennial ECHO Asia Agriculture & Community Development Conference took place in Chiang Mai, Thailand 1 - 4 October, 2019. This four-day event was full of practical information relating to sustainable agriculture and community development in the region. We are thankful for the many practitioners (from 28 countries) who gathered to present their expertise, share ideas, swap seeds, and enrich each other through networking! Let us share with you some highlight workshops from this year’s conference. Resources on our ECHOcommunity.org website are hyperlinked throughout this article, so please let this article serve not only as a window into this year’s conference, but also as a gateway to more practical information.

Sistem Vermikompos Rumahan: Contoh dari Myanmar

Pengantar Vermikultur 
Di dunia ini ada lebih dari 6.000 spesies cacing, banyak di antaranya bahkan tidak diberi nama atau dipelajari. Namun petani umumnya tertarik pada dua kategori utama cacing tanah, yaitu “cacing anecik/penggali” dan “epigeik/penghuni permukaan.” Cacing anecik/penggali mencakup cacing kebun yang biasa atau cacing tanah/Nightcrawler (berwarna abu-abu/merah muda dengan panjang sekitar 15 cm), makanan mereka adalah tanah yang bercampur dengan bahan organik yang membusuk. Pakar cacing mula-mula adalah Charles Darwin, yang menetapkan bahwa cacing tanah memproses dan memperkaya tanah tanpa akhir, dan tanpa adanya cacing ini, bertani seperti yang kita kenal sekarang ini tidak akan mungkin terjadi. Cacing penggali membuat terowongan-terowongan panjang yang mencapai kedalaman hampir sekitar 30 cm, memungkinkan air dan oksigen masuk ke bagian dalam tanah. Pada saat yang sama, cacing penggali mengusung mineral ke atas dan mencampurnya dengan tanah permukaan. Tidak perlu dikatakan betapa bernilainya cacing tanah bagi petani.  

Kamp Pengungsi sebagai Sebuah Mikrokosmos: Pemulihan dan Keberlanjutan dalam Sebuah Kota Dadakan

Pengungsi, Pencari Suaka, dan Pengungsi Lokal 
Di seluruh dunia, kekuatan-kekuatan yang mengakibatkan seseorang tercabut dari tempatnya sehingga harus melarikan diri dari bahaya terus meningkat. Rata-rata setiap hari, 44.000 orang melarikan diri, mengungsi dan mencari perlindungan, baik di negara mereka sendiri, di negara-negara tetangga, atau bahkan di benua lain. Pada tahun 2017 saja, ada 1,2 juta pengungsi yang melarikan diri dari Myanmar, 6,3 juta melarikan diri dari Suriah, dan 2,6 juta melarikan diri dari Afghanistan. Pada akhir tahun 2017, jumlah total orang yang mengungsi akibat konflik sipil telah melebihi angka 68 juta. Jumlah ini termasuk 25,4 juta pengungsi (yaitu, mereka yang melintasi perbatasan nasional suatu negara), 3 juta orang pencari suaka resmi di negara lain (juga disebut pengungsi politik), d

Opsi Bangunan Alami Berbiaya Rendah untuk Menyimpan Benih di Daerah Tropis di Kawasan Asia Tenggara

Pendahuluan Dengan adanya fasilitas yang tepat untuk menyimpan benih dalam jangka panjang, fasilitas yang memungkinkan dipertahankannya suhu rendah dan kelembapan rendah supaya tetap stabil dari waktu ke waktu, maka sangat mungkin untuk menyimpan sebagian besar benih ortodok1 selama beberapa tahun di daerah tropis (Harrington, 1972). Sayangnya, penerapan dan pemeliharaan fasilitas yang tepat dapat sangat mahal biayanya. Selain itu ada banyak contoh fasilitas untuk bank benih dan bank gen yang ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhan atau tidak terjangkau oleh organisasi-organisasi maupun komunitas yang lebih kecil. Untungnya, sekarang ini terdapat pilihan yang beragam, dengan tingkat investasi yang berbeda-beda untuk rentang fasilitas yang juga berbeda-beda, mulai dari fasilitas yang mahal, fasilitas berteknologi tinggi hingga ke model yang rendah biaya dan hemat biaya perawatan. Di ECHO, kami mengoperasikan berbagai fasilitas penyimpanan benih kami sendiri di berbagai bank benih kami di seluruh dunia. Fasilitas kami ini mulai dari ruang dingin berteknologi tinggi yang dapat mengontrol iklim, hingga ke kontainer yang diretrofit dengan diberi pendingin ruangan dan ruang pendingin berlapis busa berbiaya rendah disertai satu unit AC split-standar (Gambar 1). 

Berbagai Pilihan Pengendalian Hemat Biaya terhadap Serangga Guna Mencegah Kerusakan Benih yang Disimpan.

This article is from ECHO Asia Note # 37.

Pengantar 
Upaya menyimpan benih di daerah sub-tropis dan tropis merupakan hal yang sangat menantang. Tanpa adanya peralatan yang dirancang untuk menjaga lingkungan tetap kering dan dingin, kualitas benih dapat memburuk dengan cepat. Suhu dan kelembaban tinggi selama penyimpanan akan meningkatkan metabolisme benih dan mendorong berkembangbiaknya serangga pemakan biji (Lale dan Vidal, 2003; Upadhyay dan Ahmad, 2011). Teknologi seperti lemari es, penurun kelembapan, dan pestisida dapat membantu mencegah munculnya kondisi yang merusak benih ini, namun teknologi-teknologi tersebut mungkin tidak tersedia bagi petani kecil di daerah tropis. Secara tradisional, ada banyak perlakuan lokal yang selama ini telah digunakan untuk mencegah berkembangbiaknya hama serangga. Perlakuan ini, biasanya diterapkan pada biji sebelum disimpan. Pemberian perlakuan dimaksudkan untuk meracuni, merusak, atau mencegah pergerakan serangga di sekitar biji.  

Beberapa dari perlakuan ini ada yang efektif mengurangi pertumbuhan serangga, tetapi ada juga yang dapat merusak daya hidup benih; penting bagi kita untuk menemukan perlakuan-perlakuan mana yang efektif dan tepat untuk digunakan oleh petani. Staf peneliti ECHO Asia menganalisis enam perlakuan hemat biaya untuk menentukan efektivitas masing-masing dalam mencegah berkembangbiaknya hama yang merusak benih yang disimpan. Hama ini biasa dikenal dengan sebutan Kumbang Kacang (Callosobruchus maculatus) yangmenghuni biji/benih Kacang Komak (Lablab purpureus L.) yang sedang disimpan. Sesuai dengan penelitian ECHO sebelumnya, ECHO research oleh Croft dkk. 2012, masing-masing perlakuan juga dianalisis dengan dan tanpa menggunakan vakum disegel.

Emas Sekam: 10 Pemakaian Sekam Padi di Pertanian

This article is from ECHO Asia Note # 37.

Pengantar  
Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh pertanian berkelanjutan adalah pengadaan sumber daya organik (berbasis karbon) yang memadai dan terjangkau, yang dapat digunakan di lahan pertanian untuk menghasilkan produksi makanan dan pakan. Bagaimana memanfaatkan kompos, pupuk kandang, mulsa, dan asupan organik lain yang tersedia di pertanian merupakan tantangan tersendiri. Selain itu, produksi dari masing-masing asupan di atas juga sering membutuhkan input bahan-bahan yang berbeda. Di pertanian, bahan-bahan ini sering secara langsung saling bersaing satu sama lain. Bagi orang-orang yang hanya memiliki luasan tanah terbatas dan tenaga kerja yang sedikit maka untuk bisa sepenuhnya memasok bahan-bahan ini sungguh merupakan tantangan tersendiri. Mulsa misalnya, bisa saja bersaing langsung dengan kebutuhan pakan ternak, sehingga sulit bagi petani untuk mampu memberi makan ternak sambil tetap memproduksi mulsa yang cukup. Oleh sebab itu, menggunakan sebagian dari bahan yang sama untuk menghasilkan kompos sekaligus menghasilkan bahan bakar akhirnya menjadi tantangan yang lebih sulit lagi.  

Amandemen untuk Tanah yang Lebih Sehat

Pendahuluan 
Sifat-sifat kimia, fisik, dan biologis tanah berkisar mulai dari yang sangat menguntungkan hingga yang sangat tidak menguntungkan pertumbuhan tanaman. Terutama di kawasan tropis – kita jarang menemukan tanah yang dalam keadaan alaminya memiliki semua sifat yang menguntungkan tanaman. Meskipun demikian, selama tanah tersebut menyediakan zona akar yang cukup dalam dan mempunyai drainase yang baik, maka upaya perbaikan melalui penambahan materi (amandemen)  dan pengelolaan sifat-sifat tanah yang dilakukan dengan tepat akan dapat menjadikan hampir semua tanah menjadi cocok untuk pertumbuhan tanaman. Bahkan tanah yang secara alami tidak subur dan tanah yang sangat rendah kapasitasnya dalam menahan air pun dapat membuahkan hasil panen yang sangat tinggi jika dikelola dan diberi asupan yang baik. 

Nilai Sebutir Benih: Membangun Jaringan Bank Benih Tingkat Komunitas di Asia

This article is from ECHO Asia Note # 36.

Sebagai organisasi yang berupaya membekali orang-orang dengan sumber daya dan keterampilan pertanian, sering kami mendapati diri kami kembali lagi dan lagi kepada benih. Berkali-kali kami memberi kesaksian tentang nilai tinggi dari menyimpan benih open-pollinated ( penyerbukan alami), menyampaikan informasi tentang tanaman-tanaman lokal yang telah beradaptasi dengan baik, memiliki keunggulan namun kurang dimanfaatkan, dan meneliti teknologi inovatif penyimpanan benih berbiaya rendah. Kegiatan-kegiatan ini membentuk pondasi yang mendasari kemampuan ECHO untuk memberdayakan orang-orang dalam upaya mereka meningkatkan sistem pangan dan pertanian di seluruh dunia. 

Penggunaan Biochar di Negara-Negara Sedang Berkembang: Kualitas, Tanah dan Pengukuran

This article is from ECHO Asia Note # 35.

D. Michael Shafer adalah pensiunan Profesor Ilmu Politik dari Universitas Rutgers di Amerika Serikat yang mendirikan Warm Heart Foundation pada tahun 2008. Beliau untuk pertama kali belajar tentang biochar di konferensi ECHO, pada tahun 2013. Sesudah itu Warm Heart mulai merancang dan menguji peningkatan alat pembuatan biochar yang hemat biaya dan berteknologi rendah untuk petani kecil. Pada 2017, Tim Warm Heart Biochar memenangkan World Energy Globe Award (Thailand) untuk pengembangan perusahaan-sosial biochar, sebuah model berskala-pedesaan. Tim ini baru saja meluncurkan perusahaan sosial untuk menjual produk biochar yang dihasilkan oleh petani di bawah nama merek "Rak Din." 


Dalam artikel ini, Dr. Shafer membagikan pengalamannya menggunakan biochar di negara sedang berkembang. Dia bertujuan untuk memfokuskan kembali studi biochar, memindahkannya dari laboratorium akademik ke konteks pertanian yang berlepotan lumpur di negara-negara sedang berkembang. Dia berharap dapat meyakinkan para praktisi pembangunan yang benar-benar “terjun langsung ke lapangan” bahwa mereka dapat membuat, menggunakan dan bahkan menguji biochar di lapangan. 


Daerah

Asia