Bahasa Indonesia (id) | Ganti Bahasa (Change Language)
Oleh: Jonathan Ribich, Patrick Trail, Boonsong Thansrithong, dan Abram Bicksler; Penerjemah: Tyas Utami
Terbit: 03 Juni 2024


Artikel ini merangkum penelitian ECHO yang dilakukan oleh Boonsong Thansrithong, Abram J. Bicksler, dan Patrick J. Trail.

Pendahuluan

Relevansi

EDN164_Figure 7_ib

Gambar 7. Penampang biji kopi menunjukkan bagian kulit yang keperak-perakan dan kulit perkamen (kiri) serta dua belah biji kopi tanpa selaput (kanan). Sumber:  Jonathan Ribich dan Stacy Swartz.

Pada tahun 2022, industri kopi (Coffea spp.) global  menghasilkan sekitar 10,8 juta metrik ton kopi hijau (FAOSTAT, 2024) dan dampak sampingnya adalah limbah dalam jumlah sangat besar. Untuk setiap ton kopi yang dipanen oleh Proyek Pengembangan Suku Adat (Tribal Development Project) di wilayah Thailand utara, ditemukan hanya 25% yang menghasilkan kopi hijau yang dapat dipasarkan. Persentase sisanya, merupakan produk sampingan dalam bentuk 'limbah' yang meliputi daging buah kopi, mucilage (bagian yang berlendir/bergetah), kulit, dan biji kopi yang tersisih dan perlu dibuang.

Langkah terakhir dalam pengolahan kopi hijau (Coffea arabica) adalah membuang lapisan endokarp yang terletak di luar biji kopi, yang biasa disebut sebagai 'kulit perkamen/parchment' (Gambar 7). Pusat pemrosesan kopi biasanya membuang kulit perkamen ini sebelum mengirim atau mensangrai biji kopi, sehingga perkamen buangan ini menjadi produk sampingan yang tidak diinginkan. Metode pembuangan kulit perkamen ini bisa dilakukan melalui  pembakaran atau dengan membiarkannya tertumpuk sehingga terurai dengan sendirinya, keduanya dapat membahayakan lingkungan jika ada dalam skala besar.

3Neutral Detergent Fiber (NDF) adalah jumlah serat yang tersisa dalam pakan setelah diolah dengan larutan yang mampu mencerna protein, gula, lipid, dan pektin. Ini adalah pengukuran yang umum digunakan untuk kandungan serat dalam pakan ternak.

Pada saat yang sama, industri susu sapi berupaya mendapatkan serat berbiaya rendah dalam jumlah besar untuk campuran ransum pakan. Industri ini dihadapkan pada tantangan berkelanjutan berupa margin keuntungan yang rendah dan naik-turunnya harga komponen pakan. Kulit perkamen kopi memiliki kandungan serat yang tinggi (Negesse dkk., 2009), sebanyak 83,6% Serat Deterjen Netral/ Neutral Detergent Fiber (NDF)3 (Vilela dkk., 2001). Pasokan kulit perkamen kopi ini sering kali lebih besar ketimbang permintaan yang ada sehingga menjadi sumber daya yang terjangkau, bahkan kadang di berbagai area penghasil kopi di dunia, bisa gratis. Hal ini mendorong para peneliti mempertimbangkan penggunaan kulit perkamen kopi sebagai campuran pakan ternak (Didanna, 2014; Mazzafera, 2002).

Tujuan penelitian

Staf ECHO Asia melakukan penelitian ini dengan tujuan utama mengamati penggunaan kulit perkamen kopi yang bisa didapat secara gratis sebagai bahan pengganti sebagian campuran serat untuk pakan sapi perah serta mengevaluasi dampaknya terhadap produksi susu. Penelitian kami ini relevan bagi wilayah-wilayah di mana permintaan kulit perkamen kopi tidaklah tinggi sehingga bahan ini dapat diperoleh tanpa biaya. Petani yang tertarik dengan opsi pakan ini harus mempertimbangkan waktu, tenaga, dan biaya transportasi yang terkait dengan penggunaan sumber daya kulit perkamen kopi.

Metode

Kami melakukan percobaan ini selama tahun 2016 dan 2017 di wilayah Thailand utara, di Peternakan Sapi Perah MMM di San Kampaeng, Distrik Chiang Mai.

Pakan

EDN164 Figure 8

Gambar 8. Pakan ternak buatan pertanian menunjukkan kulit perkamen kopi sebelum dicampurkan. Sumber: ECHO

EDN164 Figure 9

Gambar 9. Deretan sapi perah di Peternakan sapi perah MMM. Sumber: ECHO

Percobaan ini terdiri dari tiga uji coba terpisah. Dalam setiap uji coba, kami menggunakan kulit perkamen kopi sebagai penyedia sebagian serat untuk campuran pakan buatan peternakan (Gambar 8). Kulit perkamen kopi yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari Coffea arabica yang diolah menggunakan metode basah.4 Pada percobaan pertama, kami menambahkan 200 g kulit perkamen ke dalam pakan harian 19 sapi perah Holstein tropis yang dipilih secara acak. Pada tahap ke-2 dan ke-3, kami menambahkan 1 kg kulit perkamen kopi ke dalam pakan harian 16 sapi perah yang dipilih secara acak dari kawanan yang sama. Masing-masing sapi mendapat 25 kg pakan buatan peternakan yang telah diberi tambahan tersebut (Tabel 1; Gambar 9) setiap hari selama satu bulan, selain 5 kg konsentrat pakan komersial setiap hari.

4Dalam pengolahan kopi, istilah metode basah (sering disebut sebagai metode pencucian) dilakukan dengan menggunakan air untuk membuang pulp (daging buah kopi) dari biji kopi sebelum biji tersebut dikeringkan. Dalam metode ini, setelah kulit terluar ini di buang, kulit perkamen biji kopi masih tetap menempel di biji sehingga harus dibuang secara terpisah. Inilah yang kemudian menghasilkan produk sampingan berupa kulit perkamen kopi. Metode ini merupakan cara yang umum dipakai dalam mengolah biji kopi.
Tabel 1. Komponen-komponen pakan sapi termasuk perkamen kopi yang dipakai dalam pembuatan pakan sapi perah. Biaya di tunjukkan dalam mata uang Bath Thailand (THB) dan Dollar Amerika Serikat (USD)

Bahan

Jumlah (kg)

Biaya (THB/kg)

Biaya  (USD/kg)

Total Biaya dengan Kulit Perkamen Kopi (THB)

Total Biaya dengan Kulit Perkamen Kopi (USD)

Total Biaya Tanpa Kulit Perkamen Kopi (THB)

Total Biaya Tanpa Kulit Perkamen Kopi (USD)

Silase jagung

650 1.8 0.05 1,170 32.19 1,170 32.19

Daun dan batang ketela

400 1.3 0.04 520 14.31 520 14.31

Klobot jagung kering

150 2 0.06 300 8.25 500 13.74

Cairan buah

5 2 0.06 10 0.28 10 0.28

Kulit Perkamen Kopi

100 0 0 0 0 N/A N/A
Total 1,305     2,000 55.03 2,200 60.44

Pengukuran

Sebelum dan setelah periode satu bulan ternak diberi pakan buatan yang disuplemen dengan kulit perkamen kopi, kami mengirimkan sampel susu sapi perah untuk diuji kualitasnya. Universitas Pertanian Maejo (The Maejo Agricultural University) di Chiang Mai, Thailand menjadi pihak yang melakukan pengujian kualitas susu. Mereka mengukur berbagai variabel dependen lemak, protein kasar, laktosa, total padatan, dan jumlah sel somatik. Departemen Pengembangan Ternak (The Thailand Livestock Development Department) Thailand membantu dalam melakukan pengujian tersebut.

Kadar lemak, protein kasar, laktosa, dan total padatan merupakan indikator kualitas susu dan dapat dipengaruhi oleh pola makan sapi. Di akhir uji coba, adanya penurunan pada parameter ini akan menunjukkan efek negatif yang mungkin terjadi akibat perubahan pola makan.

5Sel darah putih, yang merupakan bagian dari sistem kekebalan sapi, merupakan mayoritas sel somatik yang ada dalam susu. Bila ada patogen, jumlah sel somatik ini akan  meningkat. Karena alasan ini, jumlah sel somatik digunakan sebagai indikator kesehatan hewan dan kualitas susu. Jumlah sel somatik yang lebih rendah biasanya menunjukkan hewan yang sehat. Jumlah sel somatik yang tinggi dapat menunjukkan infeksi dan/atau susu yang terkontaminasi.

Jumlah sel somatik5 digunakan sebagai indikator kualitas susu dan kesehatan ternak. Pada akhir uji coba, setiap peningkatan jumlah sel somatik akan menunjukkan efek negatif yang mungkin terjadi akibat perubahan pola makan.

Hasil

Kualitas susu

Secara statistik tidak ada perbedaan signifikan dalam pengukuran kualitas susu sebelum dan setelah sapi menerima pakan buatan yang telah dicampur dengan 200 g atau 1 kg kulit perkamen kopi (Gambar 10).

 
EDN164_Figure 10_id

Gambar 10. Persentase lemak, protein kasar, laktosa, dan total padatan sebelum dan setelah uji pemberian pakan dengan campuran 200 g dan 1 kg kulit perkamen kopi,  masing-masing dimasukkan ke dalam total ransum harian semua sapi.

 

Pengukuran kualitas susu dari uji coba ini sebanding dengan standar kualitas susu Thailand (Gambar 11; Pemeriksaan Kualitas Susu, 2010; Committee of Dairy Milk and Dairy Milk Products, 2015).

EDN164_Figure 11_id

Gambar 11. Rata-rata pengukuran kualitas susu dibandingkan dengan standar di Thailand (Milk Quality Check, 2010; Committee of Dairy Milk and Dairy Milk Products, 2015). Nilai-nilai yang dihasilkan menunjukkan angka rata-rata sebelum dan sesudah diberi perlakuan pakan buatan.

Kesehatan ternak

Selain itu, kami mengamati bahwa secara statistik tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah sel somatik sebelum dan setelah sapi menerima pakan buatan yang dicampur dengan 200 g atau 1 kg kulit perkamen kopi (Gambar 12). Jumlah sel somatik yang ditemukan dalam semua uji-coba ini berada jauh di bawah ambang batas Standar Pertanian Thailand, yaitu sebesar 500.000 sel/ml untuk susu mentah (National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standards, 2010).

EDN164_Figure 12_id

Gambar 12. Jumlah sel somatik sebelum dan sesudah uji coba pemberian pakan dengan campuran 200 g dan 1 kg kulit perkamen kopi dalam ransum harian setiap sapi.

Dampak ekonomi

Penambahan serat dari kulit perkamen kopi memungkinkan kami mengurangi jumlah serat yang harus dibeli untuk pakan buatan (Tabel 1). Hal ini menghasilkan penghematan sebesar 10% untuk setiap 1.305 kg pakan buatan yang kami produksi. Selama kurun waktu satu bulan, kami menghemat sekitar USD $50, atau USD $2,50 per sapi, dengan menggunakan pakan yang dicampur dengan kulit perkamen kopi.

Diskusi dan kesimpulan

Menambahkan kulit perkamen kopi dalam jumlah terbatas ke dalam ransum pakan sapi perah bisa mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak sapi dan menciptakan pasar untuk produk sampingan limbah kopi. Hasil yang kami peroleh menunjukkan terbukti aman untuk menggunakan hingga 1 kg kulit perkamen kopi per sapi, sebagai suplemen serat harian tanpa berdampak negatif pada kualitas susu atau kesehatan ternak. Sapi-sapi tersebut menolak untuk memakan hanya kulit perkamen kopi saja, dan lebih suka memakannya setelah dicampur dengan komponen pakan lainnya.

Kami menyarankan agar di masa depan, para peneliti dapat menjalankan eksperimen lebih lanjut menggunakan pakan yang dicampur dengan 1 kg kulit perkamen kopi yang dilakukan dalam jangka waktu yang lebih panjang guna menilai kemungkinan berbagai efek jangka panjang yang bisa muncul.

PUSTAKA

[Committee of Dairy Milk and Dairy Milk Products. Thai Raw Milk Standards for Buyers; Dalam: Dairy Farming Promotion Organization of Thailand website]. 2015. In: Dairy Farming Promotion Organization of Thailand website. Announcedpurchaserawmilk2015.pdf (dpo.go.th)

Didanna, H.L. 2014. A critical review on feed value of coffee waste for livestock feeding. World Journal of Biology and Biological Sciences. 2(5):72-76.

FAOSTAT. Crops and Livestock Products. Accessed May 14, 2024. https://www.fao.org/faostat/en/#data/QCL.

Mazzafera, P. 2002. Degradation of caffeine by microorganisms and potential use of decaffeinated coffee husk and pulp in animal feeding. Scientia Agricola. 59(4):815-821. 

[“Milk Quality Check”] [Chapter 2]. 2010. http://cmuir.cmu.ac.th/bitstream/6653943832/19793/5/anim1049rs_ch2.pdf

National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standards. 2010. Thai Agricultural Standard: Raw Cow Milk. 2010. In: Royal Gazette Vol. 127:131 D. https://faolex.fao.org/docs/pdf/tha166328.pdf.

Negesse, T., H.P.S. Makkar, and K. Becker. 2009. Nutritive value of some non-conventional feed resources of Ethiopia determined by chemical analyses and an in vitro gas method. Animal Feed Science and Technology. 154(3-4):204-217.

Vilela, F. G., J.R.O. Perez, J.C. Teixeira, and S.T. Reis. 2001. Use of sticky coffee hull for feeding of steers in feedlots. Ciencia e Agrotecnologia, 25 (1):198-205.