Artikel ini merangkum penelitian ECHO yang dilakukan oleh Boonsong Thansrithong, Abram J. Bicksler, dan Patrick J. Trail.
Pendahuluan
Relevansi
Pada tahun 2022, industri kopi (Coffea spp.) global menghasilkan sekitar 10,8 juta metrik ton kopi hijau (FAOSTAT, 2024) dan dampak sampingnya adalah limbah dalam jumlah sangat besar. Untuk setiap ton kopi yang dipanen oleh Proyek Pengembangan Suku Adat (Tribal Development Project) di wilayah Thailand utara, ditemukan hanya 25% yang menghasilkan kopi hijau yang dapat dipasarkan. Persentase sisanya, merupakan produk sampingan dalam bentuk 'limbah' yang meliputi daging buah kopi, mucilage (bagian yang berlendir/bergetah), kulit, dan biji kopi yang tersisih dan perlu dibuang.
Langkah terakhir dalam pengolahan kopi hijau (Coffea arabica) adalah membuang lapisan endokarp yang terletak di luar biji kopi, yang biasa disebut sebagai 'kulit perkamen/parchment' (Gambar 7). Pusat pemrosesan kopi biasanya membuang kulit perkamen ini sebelum mengirim atau mensangrai biji kopi, sehingga perkamen buangan ini menjadi produk sampingan yang tidak diinginkan. Metode pembuangan kulit perkamen ini bisa dilakukan melalui pembakaran atau dengan membiarkannya tertumpuk sehingga terurai dengan sendirinya, keduanya dapat membahayakan lingkungan jika ada dalam skala besar.
Pada saat yang sama, industri susu sapi berupaya mendapatkan serat berbiaya rendah dalam jumlah besar untuk campuran ransum pakan. Industri ini dihadapkan pada tantangan berkelanjutan berupa margin keuntungan yang rendah dan naik-turunnya harga komponen pakan. Kulit perkamen kopi memiliki kandungan serat yang tinggi (Negesse dkk., 2009), sebanyak 83,6% Serat Deterjen Netral/ Neutral Detergent Fiber (NDF)3 (Vilela dkk., 2001). Pasokan kulit perkamen kopi ini sering kali lebih besar ketimbang permintaan yang ada sehingga menjadi sumber daya yang terjangkau, bahkan kadang di berbagai area penghasil kopi di dunia, bisa gratis. Hal ini mendorong para peneliti mempertimbangkan penggunaan kulit perkamen kopi sebagai campuran pakan ternak (Didanna, 2014; Mazzafera, 2002).
Tujuan penelitian
Staf ECHO Asia melakukan penelitian ini dengan tujuan utama mengamati penggunaan kulit perkamen kopi yang bisa didapat secara gratis sebagai bahan pengganti sebagian campuran serat untuk pakan sapi perah serta mengevaluasi dampaknya terhadap produksi susu. Penelitian kami ini relevan bagi wilayah-wilayah di mana permintaan kulit perkamen kopi tidaklah tinggi sehingga bahan ini dapat diperoleh tanpa biaya. Petani yang tertarik dengan opsi pakan ini harus mempertimbangkan waktu, tenaga, dan biaya transportasi yang terkait dengan penggunaan sumber daya kulit perkamen kopi.
Metode
Kami melakukan percobaan ini selama tahun 2016 dan 2017 di wilayah Thailand utara, di Peternakan Sapi Perah MMM di San Kampaeng, Distrik Chiang Mai.
Pakan
Percobaan ini terdiri dari tiga uji coba terpisah. Dalam setiap uji coba, kami menggunakan kulit perkamen kopi sebagai penyedia sebagian serat untuk campuran pakan buatan peternakan (Gambar 8). Kulit perkamen kopi yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari Coffea arabica yang diolah menggunakan metode basah.4 Pada percobaan pertama, kami menambahkan 200 g kulit perkamen ke dalam pakan harian 19 sapi perah Holstein tropis yang dipilih secara acak. Pada tahap ke-2 dan ke-3, kami menambahkan 1 kg kulit perkamen kopi ke dalam pakan harian 16 sapi perah yang dipilih secara acak dari kawanan yang sama. Masing-masing sapi mendapat 25 kg pakan buatan peternakan yang telah diberi tambahan tersebut (Tabel 1; Gambar 9) setiap hari selama satu bulan, selain 5 kg konsentrat pakan komersial setiap hari.
Bahan |
Jumlah (kg) |
Biaya (THB/kg) |
Biaya (USD/kg) |
Total Biaya dengan Kulit Perkamen Kopi (THB) |
Total Biaya dengan Kulit Perkamen Kopi (USD) |
Total Biaya Tanpa Kulit Perkamen Kopi (THB) |
Total Biaya Tanpa Kulit Perkamen Kopi (USD) |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Silase jagung |
650 | 1.8 | 0.05 | 1,170 | 32.19 | 1,170 | 32.19 |
Daun dan batang ketela |
400 | 1.3 | 0.04 | 520 | 14.31 | 520 | 14.31 |
Klobot jagung kering |
150 | 2 | 0.06 | 300 | 8.25 | 500 | 13.74 |
Cairan buah |
5 | 2 | 0.06 | 10 | 0.28 | 10 | 0.28 |
Kulit Perkamen Kopi |
100 | 0 | 0 | 0 | 0 | N/A | N/A |
Total | 1,305 | 2,000 | 55.03 | 2,200 | 60.44 |
Pengukuran
Sebelum dan setelah periode satu bulan ternak diberi pakan buatan yang disuplemen dengan kulit perkamen kopi, kami mengirimkan sampel susu sapi perah untuk diuji kualitasnya. Universitas Pertanian Maejo (The Maejo Agricultural University) di Chiang Mai, Thailand menjadi pihak yang melakukan pengujian kualitas susu. Mereka mengukur berbagai variabel dependen lemak, protein kasar, laktosa, total padatan, dan jumlah sel somatik. Departemen Pengembangan Ternak (The Thailand Livestock Development Department) Thailand membantu dalam melakukan pengujian tersebut.
Kadar lemak, protein kasar, laktosa, dan total padatan merupakan indikator kualitas susu dan dapat dipengaruhi oleh pola makan sapi. Di akhir uji coba, adanya penurunan pada parameter ini akan menunjukkan efek negatif yang mungkin terjadi akibat perubahan pola makan.
Jumlah sel somatik5 digunakan sebagai indikator kualitas susu dan kesehatan ternak. Pada akhir uji coba, setiap peningkatan jumlah sel somatik akan menunjukkan efek negatif yang mungkin terjadi akibat perubahan pola makan.
Hasil
Kualitas susu
Secara statistik tidak ada perbedaan signifikan dalam pengukuran kualitas susu sebelum dan setelah sapi menerima pakan buatan yang telah dicampur dengan 200 g atau 1 kg kulit perkamen kopi (Gambar 10).
Pengukuran kualitas susu dari uji coba ini sebanding dengan standar kualitas susu Thailand (Gambar 11; Pemeriksaan Kualitas Susu, 2010; Committee of Dairy Milk and Dairy Milk Products, 2015).
Kesehatan ternak
Selain itu, kami mengamati bahwa secara statistik tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah sel somatik sebelum dan setelah sapi menerima pakan buatan yang dicampur dengan 200 g atau 1 kg kulit perkamen kopi (Gambar 12). Jumlah sel somatik yang ditemukan dalam semua uji-coba ini berada jauh di bawah ambang batas Standar Pertanian Thailand, yaitu sebesar 500.000 sel/ml untuk susu mentah (National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standards, 2010).
Dampak ekonomi
Penambahan serat dari kulit perkamen kopi memungkinkan kami mengurangi jumlah serat yang harus dibeli untuk pakan buatan (Tabel 1). Hal ini menghasilkan penghematan sebesar 10% untuk setiap 1.305 kg pakan buatan yang kami produksi. Selama kurun waktu satu bulan, kami menghemat sekitar USD $50, atau USD $2,50 per sapi, dengan menggunakan pakan yang dicampur dengan kulit perkamen kopi.
Diskusi dan kesimpulan
Menambahkan kulit perkamen kopi dalam jumlah terbatas ke dalam ransum pakan sapi perah bisa mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak sapi dan menciptakan pasar untuk produk sampingan limbah kopi. Hasil yang kami peroleh menunjukkan terbukti aman untuk menggunakan hingga 1 kg kulit perkamen kopi per sapi, sebagai suplemen serat harian tanpa berdampak negatif pada kualitas susu atau kesehatan ternak. Sapi-sapi tersebut menolak untuk memakan hanya kulit perkamen kopi saja, dan lebih suka memakannya setelah dicampur dengan komponen pakan lainnya.
Kami menyarankan agar di masa depan, para peneliti dapat menjalankan eksperimen lebih lanjut menggunakan pakan yang dicampur dengan 1 kg kulit perkamen kopi yang dilakukan dalam jangka waktu yang lebih panjang guna menilai kemungkinan berbagai efek jangka panjang yang bisa muncul.
PUSTAKA
[Committee of Dairy Milk and Dairy Milk Products. Thai Raw Milk Standards for Buyers; Dalam: Dairy Farming Promotion Organization of Thailand website]. 2015. In: Dairy Farming Promotion Organization of Thailand website. Announcedpurchaserawmilk2015.pdf (dpo.go.th)
Didanna, H.L. 2014. A critical review on feed value of coffee waste for livestock feeding. World Journal of Biology and Biological Sciences. 2(5):72-76.
FAOSTAT. Crops and Livestock Products. Accessed May 14, 2024. https://www.fao.org/faostat/en/#data/QCL.
Mazzafera, P. 2002. Degradation of caffeine by microorganisms and potential use of decaffeinated coffee husk and pulp in animal feeding. Scientia Agricola. 59(4):815-821.
[“Milk Quality Check”] [Chapter 2]. 2010. http://cmuir.cmu.ac.th/bitstream/6653943832/19793/5/anim1049rs_ch2.pdf
National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standards. 2010. Thai Agricultural Standard: Raw Cow Milk. 2010. In: Royal Gazette Vol. 127:131 D. https://faolex.fao.org/docs/pdf/tha166328.pdf.
Negesse, T., H.P.S. Makkar, and K. Becker. 2009. Nutritive value of some non-conventional feed resources of Ethiopia determined by chemical analyses and an in vitro gas method. Animal Feed Science and Technology. 154(3-4):204-217.
Vilela, F. G., J.R.O. Perez, J.C. Teixeira, and S.T. Reis. 2001. Use of sticky coffee hull for feeding of steers in feedlots. Ciencia e Agrotecnologia, 25 (1):198-205.